Achandra Tahar Cuci Tangan, Amin Cuci Piring Soal Kontrak LNG PGN dengan Gunvor Berpotensi Rugi Sekitar Rp 18 Triliun?

oleh

MEDAN – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) pada 14 November 2023 telah mengadakan RUPS Luar Biasa (RUPSLB) dengan mengganti posisi Komisaris Utama dan Komisaris Independen serta dua anggota Direksinya.

RUPSLB tersebut telah mengangkat Pejabat Komisaris Utama PGAS, Amin Sunaryadi dengan menggantikan Achandra Tahar dan mengangkat Aufa Fuad sebagai Komisaris Independen untuk menggantikan Paiman Raharjo. Adapun latar belakang Aufa Fuad adalah anggota tim staf khusus milenial Kepresidenan.

Selain mengganti jajaran komisaris, pergantian juga terjadi pada jajaran Direksi PGAS, yaitu Direktur Infrastruktur dan Teknologi sebelumnya dijabat Achmad Muchtasyar diganti oleh Harry Budi Sidharta. Kemudian RUPSLB juga mengganti Direktur Sales dan Operasi dari Faris Azis ke Ratih Esti Prihatini.

Selanjutnya, posisi Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis yang ditinggal oleh Harry Budi Sidharta dijabat oleh Rosa Permata Sari dari Pertagas.

“Menariknya, RUPSLB PGAS itu dilakukan setelah tujuh hari sebelumnya Corsec PGN, Rahmat Hutama mengumumkan ke media bahwa kondisi force majeure alias kahar terkait pelaksanaan Master Sale Agreement (MSA) dan Confirmation Notice (CN) untuk kargo LNG dengan Gunvor Pte Ltd Singapore ke OJK pada 3 November 2023,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Minggu (19/11/2023) di Medan.

Sebelumnya, pada 20 September 2023, dalam RUPS PT PLN, Menteri BUMN telah memberhentikan Amin Sunaryadi sebagai Komisaris Utama dan mengangkat Agus Martowardojo sebagai penggantinya.

Kemudian yang mengejutkan, Menteri BUMN mengangkat Achandra Tahar sebagai Komisaris Independen PT PLN.

“Namun banyak kalangan mensinyalir perpindahan posisi Achandra Tahar dari PGAS ke PLN adalah sebagai hadiah setelah dia berhasil meninggalkan masalah kontrak LNG dengan Gunvor yang berpotensi merugikan PT PGN Tbk antara USD 118 juta hingga USD 337 juta mulai 2024 hingga akhir 2027,” beber Yusri.

Namun, kata Yusri, CERI mendapat bocoran dari internal Pertamina yang sangat kredibel bahwa kontrak LNG antara PGN dengan Gunvor untuk 29 kargo LNG selama 4 tahun dan potensi kerugiannya bisa sampai $1,2 M atau Rp 18 Triliun, namun masih dirahasiakan angka ini.

Yusri menerangkan, selain PGN kehilangan kendali atas portofolio LNG Pertamina Holding yang telah disepakati dalam HoA akibat surat Dirut Pertamina Holding Nicke Widyawati tanggal 27 Juli 2022, cilakanya PGN telah keliru dan lebih murah menyepakati harga jual LNG portofolio Pertamina dari Woodside ke Gunvor dari harga pokok pembelian Pertamina.

“Dalam langkah mitigasi yang akan dilakukan oleh Direksi PGN dalam mengantisipasi potensi kerugian atas klaim Gunvor, selain mencoba mengambil kargo LNG Corpos Christi ada muncul salah satu opsi gugatan arbitrase dengan alasan adanya surat KPK tanggal 9 Desember 2022 kepada Direktur Utama Pertamina (Persero) Holding terkait penundaan pemindahan 6 kargo LNG Pertamina Holding ke PGN,” beber Yusri.

Sehingga, lanjut Yusri, kehadiran Amin Sunaryadi sebagai Komisaris Utama PT PGN Tbk serta Arief Handoko sebagai Direktur Utama PT PGN Tbk yang keduanya mantan auditor itu diharapkan publik bisa menyelesaikan banyak masalah mismanajemen yang telah merugikan PGN puluhan triliun yang diwariskan oleh mantan direksi sebelumnya.

“Menurut LHP BPK RI ke KPK pada April 2023, kerugian negara akibat ketidakhati-hatian telah terjadi hingga 2022, mulai dari era Dirut PGN dijabat oleh Hendy Priyo Santoso hingga Jobi Triananda Hasjim,” beber Yusri.

Namun, kata Yusri, soal potensi kerugian dari kontrak LNG dengan Gunvor di era Haryo Yunianto memang saat ini belum tercatat di buku PGN.

“Karena realisasi kargo LNG akan baru mulai pada Januari 2024 hingga Desember 2027 dan PGN baru akan menerima klaim kerugian dari Gunvor setelahnya, kami perkirakan kasus akan menyusul ke proses penegakan hukum di tahun depan,” kata Yusri.

Yusri mengatakan, menurut catatan CERI, cukup mengerikan kerugian yang dialami PGN Group selama ini, di antaranya kerugian minimal PGN dari FSRU Lampung sebesar USD 131,27 juta, kerugian dari pemberian uang muka kepada PT Inti Alasindo Energi (PT Isar Gas Group) senilai USD 150 juta, hingga kerugian PT Saka Energi USD 347 juta akibat akuisisi tiga wilayah kerja yang tidak sesuai proses bisnis.

Selain itu, kata Yusri, ada juga kerugian akibat pembangunan terminal LNG Lamogan Jawa Timur Rp 383 milliar dan kerugian akibat Dirut Pertagas menyetujui BAST sebagai dasar tagihan atas tidak dikerjakan penggantian pipa minyak Rp 6,98 miliar serta kerugian Rp 1,197 miliar akibat Dirut PT PGAS Solution dan PT PDC tidak optimal dalam melakukan pengawasan atas pekerjaan penggantian pipa minyak Blok Rokan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.