JAKARTA – Direktur Eksekutif Center for Budget Analisis (CBA) Uchok Sky Khadafi, Minggu (30/7/2023) larut malam, mendesak KPK untuk serius dan cepat melakukan penyidikan atas temuan audit BPK atas beberapa proyek PT PGN yang bermasalah.
“KPK harus serius dan cepat menyidik untuk menentukan tersangka dan menyelamatkan kerugian yang cukup besar dialami PGN,” ungkap Uchok.
Uchok membeberkan, dalam LHP BPK April 2023 terkait hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi 2017-2022 oleh PGN, ada 16 temuan.
Di antara temuan itu adalah kerugian operasi dalam proyek-proyek lama di PGN, termasuk fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung atau FSRU Lampung.
Selain itu ada juga temuan terkait investasi terminal LNG di Lamongan Jawa Timur dan transaksi dengan Isar Group.
Sementara itu sebelumnya, Keputusan Kejaksaan Agung dalam menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan floating storage regasification unit (FSRU) Lampung senilai USD 400 juta oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk pada 2017 lalu menurut banyak orang menjadi awal malapetaka yang menyebabkan negara berpotensi mengalami kerugian cukup besar.
Bagaimana tidak, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengidentifikasikan pengoperasian FSRU Lampung itu sampai saat ini belum optimal.
Pada 2020-2022, PGN yang saat ini menjadi Subholding Gas PT Pertamina (Persero) Holding harus merugi hingga USD 131,27 juta atau sekitar Rp 1,97 triliun. BPK juga menyatakan ada kelemahan dalam klausul kontrak dan direksi PGN belum memitigasi risikonya.
Sebelumnya, pada April 2016, Kejagung pernah mencekal Hendi Prio Santoso selaku Direktur Utama PGN waktu itu. Namun, pada 2017, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tidak Pidana Khusus (Jampidsus) kala itu dijabat oleh Adi Togarisman telah menerbitkan SP3.
Kejagung menyimpulkan kasus ini bukanlah tindak pidana, tetapi memberikan catatan apabila di kemudian hari adanya bukti baru, maka kasus bisa dilakukan penyidikan kembali.
Anggota VII BPK, Hendra Susanto kembali berhasil membuktikan bahwasanya adanya kerugian negara, meskipun dia mengatakan tidak ada permintaan dari penegak hukum untuk mengaudit PGN secara khusus.
Dalam laporan April 2023 terkait hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi 2017-2022 oleh PGN ditemukan 16 temuan, yang di antaranya adalah kerugian operasi dalam proyek-proyek lama di PGN, termasuk fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung atau FSRU Lampung.
Selain itu juga terdapat dugaan terlalu mahalnya nilai akuisisi USD56,6 juta, oleh Saka Energi untuk tiga lapangan minyak dan gas Ketapang dan Pangkah di lepas pantai Jawa Timur dan Fasken di Texas, Amerika Serikat, serta mangkraknya terminal gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Teluk Lamong, Surabaya. Saka Energi dan PGN merugi hingga USD347 juta atau Rp5,2 triliun karena membeli lapangan minyak dan gas tersebut.
Kemudian dalam laporan BPK disebutkan PGN membuat kesepakatan bersama dengan PT Inti Alasindo, PT Isar Aryaguna, dan PT Inti Alasindo Energi tertanggal 2 November 2017. Bahwa ada pemberian Uang Muka kepada PT Inti Alasindo Energi tidak didukung Mitigasi resiko memadai yang menimbulkan potensi tidak tertagih sebesar USD14.194.333,43
“Setelah kami dalami, ternyata benar ada masalah. Rekomendasinya, sudah diserahkan ke aparat penegak hukum,” ujar Hendra pada Kamis (20/7) lalu.
Hendra mengatakan sudah menyerahkan laporan hasil audit tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi pada April lalu, Dia menambahkan tak lama setelah laporannya terbit, Kejagung juga meminta laporan tersebut. Bukannya memberikan, akan tetapi dia justru menyarankan Kejagung berkoordinasi langsung dengan KPK.
“Tidak mungkin saya pecah-pecah laporannya. Silakan (KPK-Kejagung) berbagi,” jelasnya.
BPK Beri Tamparan Keras Buat Kejagung
Direktur Eksekutif Center of Energy and Recources Indonesia (CERI), Yusri Usman saat dihubungi wartawan pada Senin (25/7/2023) malam mengatakan jawaban yang diberikan Anggota VII BPK, Hendra Susanto terhadap permintaan Kejagung bisa dibaca sebagai sebuah tamparan keras bagi lembaga Korps Adhyaksa itu.
“Bagaimana tidak, gara-gara Kejagung lah negara harus semakin besar menanggung kerugiannya PGN. Coba kalau waktu itu kasusnya diselesaikan hingga tuntas, pelaku-pelakunya ditangkap, proyek-proyeknya dievaluasi, tentu Direksi PGN yang baru akan lebih hati hati dan tidak sampai separah ini melakukan proses bisnis yang berujung merugikan PGN secara jangka panjang,” ujar Yusri.
Yusri menambahkan FSRU Lampung disidik Kejagung sejak 2016, kemudian terbit SP3 terhitung 26 April 2017, bisa jadi ini adalah sumber malapetaka bagi proses bisnis di PGN kemudian terkesan menjadi semberono.
“Akibtnya terjadi akusisi di anak usaha Saka Energi, investasi terminal LNG Lamongan dan kasus Isar Gas, terakhir kecuali deal LNG dengan Gunvor Singapore Pte Ltd , yang juga dikatakan oleh BPK adanya terjadi Fraud (manipulasi laporan keuangan),” tegas Yusri.
Menurut Yusri, dari hasil laporan BPK menunjukkan semuanya diakibatkan kajian yang lemah dan tidak adanya kehati-hatian serta minimnya mitigasi resikonya. Selain itu Yusri juga mempertanyakan apa fungsinya Dewan Komisaris dalam mengawasi setiap proses bisnis dan kebijakan investasi PGN.
“Seharusnya tidak hanya Dewan Direksi saja yang harus bertangggung jawab. Dewan Komisaris yang ikut menyetujui setiap investasi harus ikut tanggung renteng, jangan hanya mau menikmati tantiem (penghasilan tambahan) saja,” sindir Yusri.
Menurut Yusri, formasi Dewan Direksi PGN saat ini cukup bagus dan kompak, meskipun menerima warisan buruk dari Direksi sebelumnya. Dia meyakini Direksi baru bisa membawa PGN sehat kembali.
“Hanya Dewan Komisaris yang perlu dievaluasi Kementrian BUMN. Menteri Erick jangan tunggu KPK harus menetapkan tersangka dulu, segera evaluasi nama-nama yang disebutkan dalam temuan BPK untuk segera dicopot dari jabatannya,” tegas Yusri lagi.
Yusri berharap penyidik KPK serius menindaklanjuti hasil audit BPK ini. “Sejak April 2023 BPK RI telah menyerahkan LHP ke KPK hingga berita ini diturunkan kita gak pernah dengar KPK telah mulai proses penyidikan ini, sebab LHP BPK ini sesungguhnya bagi KPK seperti berburu di kebon binatang, biar mata tertutup asal tembak pasti ada yang kenak , tapi jangan-jangan ada yang membocorkan ke media hasil LHP ini mungkin disebabkan lambannya KPK memprosesnya,” ungkap Yusri.(*)