JAKARTA – Dugaan ‘Pat gulipat’ pengadaan fasilitas Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) senilai sekitar Rp 1 triliun pada PT PLN Gas dan Geothermal (PLNGG), ditenggarai telah melanggar GCG (Good Corporate Governance) proses bisnis di lingkungan BUMN, sehingga harus dibatalkan.
Bagaimana mungkin bisa PT Sulawesi Regas Satu yang merupakan special purpose company (SPC) PT Humpus Transportasi Kimia yang telah ditunjuk oleh anak usaha PT PLN sebagai pelaksana suplai gas dengan FSRU untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN sudah hampir 4 tahun tidak mampu memenuhi kontrak sesuai jadwalnya , ternyata perusahaan yang telah gagal dengan seenaknya saja oleh Direksi PT PLN GG dibolehkan diambil alih sahamnya 100 % oleh anak usaha PT EMP Tbk yang di nahkodai Indra Usmansyah Bakrie.
Padahal, seharusnya PT PLN membatalkan kontrak dengan PT Sulawesi Regas Satu, kemudian menunjuk kompetitor dia yang dikalahkan dalam tender tahun 2018, yaitu antara Konsorsium PT Rekayasa Industri dengan PT Pelindo Energi Logistik atau konsorsium PT Hanochem Tiaka Samudera dengan PT Buana Lintas Lautan.
Sehingga langkah direksi PT PLN GG menyetujui anak usaha PT EMP Tbk mengakuisisi 100 % saham PT Sulawesi Regas Satu melanggar proses tender yang berpotensi digugat oleh konsorsium yang berhak menggantikan pemenang yang telah gagal memenuhi kewajiban kontrak.
Lagi pula, setelah SRGS mendapat dana dari IPO pada September 2021, diduga dana yang diperoleh tersebut tidak digunakan sebagai modal untuk membangun FSRU yang diwajibkan dalam kontrak dengan PT PLN GG.
Apalagi, anak usaha PT EMP Tbk tidak terdaftar dalam 38 peserta tender sejak awal proses di Tim Tender PLN GG, bisa dianggap sebagai penumpang gelap masuk di tikungan akhir.
Oleh sebab itu, Menteri BUMN Erick Tohir harus menegor direksi PT PLN (Persero) yang telah gagal mengawasi anak usahanya yang terkesan semberono dalam menjalankan proses bisnisnya.
Maka jangan salahkan jika publik akan berpendapat bahwa proses bisnis ini ibarat ” lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya”.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Sabtu (15/7/2023) di Jakarta.
“Pada awalnya, PT Sulawesi Regas Satu (SRGS) mendapatkan mandat dari PT PLN Gas dan Geothermal untuk menyediakan, mengoperasikan dan memelihara fasiltas penyimpanan dan regasifikasi LNG untuk pasokan gas di PLTG Maleo Provinsi Gorontalo. Fasilitas FSRU menggunakan Kapal Huaxiang 8,” ungkap Yusri.
Dijelaskan Yusri, dalam kontrak LOMA FSRU PT Sulawesi Regas Satu (SRGS) disyaratkan harus membangun infrastruktur gas FSRU permanen berkapasitas 15.000 meter kubik dan diperkirakan memakan waktu 16 bulan hingga 18 bulan, dengan kontrak jangka panjang dengan PLN selama 15 tahun untuk melayani kebutuhan listrik di area Sulawesi Utara.
“Dalam perjanjiannya, PT GTS Internasional Tbk (GTSI) dan SRGS diperbolehkan menyewa kapal temporer pada dua tahun pertama sejak kontrak diteken. Setelah itu, GTSI harus membangun FSRU permanen untuk memasok gas ke pembangkit listrik PLN,” beber Yusri.
Masih menurut Yusri, dalam masa pembangunan untuk sementara FSRU, maka SRGS menyewa FSRU kapal Huaxiang 8 berbendera China. Jangka waktu fasilitas yang akan disediakan oleh SRGS adalah sewa selama dua tahun dari Zhejiang Huaxiang Shipping Co.Ltd (ZHS), China.
“Dalam proyek ini, GTSI bertugas untuk mengangkut dan mengubah gas alam cair alias liquified natural gas (LNG) menjadi gas melalui proses regasifikasi. GTSI mengangkut LNG dari sumber di Bontang atau Tangguh menggunakan kapal miliknya, Ekaputra 1 atau Triputra, ke FSRU dan mengubahnya menjadi gas. Setelahnya, gas tersebut akan disalurkan ke pembangkit listrik,” jelas Yusri.
Demi memperoleh tambahan dana untuk pembangunan FSRU, lanjut Yusri, SRGS sebagai anak usaha PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS) ini melaksanakan initial public offering (IPO) pada awal September 2021.
“Keberadaan FSRU permanen pada awalnya dapat mengurangi beban perusahaan. Pasalnya, ada perbedaan antara menyewa kapal dengan menggunakan kapal sendiri. Laba kotor dan beban operasional berbeda. Setelah ada FSRU permanen, beban perusahaan akan berkurang signifikan. Namun kenyataannya PT. Sulawesi Regas Satu (SRGS) sampai saat ini tidak dapat melaksanakan kontrak tersebut,” ungkapnya.
Selanjutnya, kata Yusri, PT EMP bersama dua anak usahanya, yakni PT EMP Daya Nusantara dan PT EMP Tunas Persada kemudian menandatangani akta jual beli saham untuk mengakuisisi 100 persen kepemilikan PT Sulawesi Regas Satu (SRGS) pada 27 Juni 2023.
“Saat ini, SRGS memiliki kontrak untuk menyewakan FSRU dan fasilitas pendukungnya kepada PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG),” terang Yusri.
Lebih lanjut Yusri menjabarkan, pada tanggal 21 November 2022, PT Energi Mega Persada Tbk menerbitkan surat No.0241/EMP.DIR/1070/11-22/E tentang Undertaking Letter.
“Letter of Undertaking ini merupakan salah satu bentuk surat pernyataan yang diberikan oleh pihak ketiga yang menyatakan kesanggupannya untuk mengambil alih tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban dari pihak yang berutang sekaligus risiko yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya kewajiban tersebut oleh pihak penerbit Letter of Undertaking,” ungkapnya.
Kemudian, kata Yusri, pada tanggal 22 Juni 2023, sebelum terjadi akta jual beli saham untuk mengakuisisi 100 persen kepemilikan SRGS pada 20 Juni 2023, PT EMP Daya Nusantara mengirimkan surat No. 0072/EDN.SEC/410/06-23/E tanggal 21 Juni 2023 perihal Tanggapan terhadap surat dari PLNGG No.0312/EPI.00.01/GG010000/2023 tanggal 20 Juni 2023 terkait Permohonan Letter of Undertaking dari PLNGG Rencana Jual Beli Kapal Hua Xiang 8 oleh PT EMP Daya Nusantara dan dijadikan Kapal FSRU Permanen.
“Padahal di dalam perjanjian jelas bahwa GTSI harus membangun FSRU permanen untuk memasok gas ke pembangkit listrik PLN. Sedangakan kapal FSRU Hua Xiang 8 adalah kapal yang disewa oleh GTSI atau SRGS,” beber Yusri.
Yusri menjelaskan, Kapal HUA XIANG 8 dengan IMO: 9738569, MMSI 413458730, adalah Kapal Pendukung Lepas Pantai yang dibangun pada tahun 2017, berumur 6 tahun dan bukan kapal FSRU terbaru.
“Lantas pada tanggal 22 Juni 2023, PLNGG mengeluarkan surat Nomor 0315/EPI.01.02/GG0100000/2023 perihal Tanggapan terhadap surat PT-EDN Ref No. 0072/EDN.SEC/410/06-23/E, yang pada intinya PLNGG menyetujui dua hal. Pertama, penyediaan fasilitas permanen untuk proyek FSRU Sulawesi akan dilaksanakan melalui pembelian dan reflangging kapal Hua Xiang 8. Kedua, perpanjangan kontrak LOMA FSRU selama sepuluh tahun dari periode saat ini sampai dengan tahun tahun 2045,” ungkapnya.
“Jelas disini pada saat proses persetujuan EDN sebagai calon pemegang saham SRGS, dan alangkah anehnya untuk kontrak induk pun kapal FSRU belum terbangun oleh SRGS namun sudah diperpanjang lagi selama 10 tahun. Apakah hal ini tidak bertentangan dengan isi kontrak ?,” pungkas Yusri.
Terkait pengadaan FSRU tersebut, Yusri mengatakan CERI sudah melayangkan konfirmasi kepada EVP Corcom PLNGG Gred Adi pada Senin (10/7/2023).
“CERI antara lain mengkonfirmasi bagaimana mekanisme awal dalam penunjukan PT Sulawesi Regas Satu oleh PT PLN Gas and Geotermal sebagai penyedia FSRU Gorontalo. CERI juga meminta penjelasan dari Direksi PT PLN Gas and Geotermal perihal FSRU Gorontalo,” ungkap Yusri.
Baru hari Sabtu (15/7/2023) siang, Direksi PT PLN GG resmi memberikan keterangan bahwa di tahun 2018 proses tender di ikuti 38 perusahaan besar, namun yang lolos hanya 3 perusahaan, ditunjuk pemenang adalah PT Humpus Transportasi yang kemudian menunjuk Special Purpose Company yaitu PT Sulawesi Regas satu pada Febuari 2020.(*)